A. JENIS PASAR, LATAR BELAKANG
MONOPOLI, ETIKA DALAM PASAR KOMPETITIF
1.
Pengertian
Persaingan Sempurna, Monopoli dan Oligopoli
· Persaingan Sempurna
Pengertian pasar persaingan sempurna adalah suatu
bentuk interaksi antara permintaan dengan penawaran di mana jumlah pembeli dan
penjual sedemikian rupa banyaknya/ tidak terbatas.
Ciri-ciri pasar sempurna:
1)
Jumlah penjual dan pembeli yang banyak
2)
Produk yang di perdagangkan sama atau bisa di bilang homogeny
3)
Pemerintah tidak ikut campur tangan dalam proses pembentukan
harga
Jenis-jenis pasar sempurna:
1)
Jumlah penjual dan pembeli banyak
2)
Barang yang di jual sama/homogeny
3)
Harga di tentukan mekanisme pasar permintaan dan penawaran
4)
Posisi tawar konsumen kuat
5)
Sensitif pada perubahan harga
6)
Sulit mendapatkan keuntungan lebih / diatas rata-rata.
· Monopoli
Monopoli adalah suatu
situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang
menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip
dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang
industry atau bisnis tersebut. Dengan kata lain pasar dikuasai oleh satu atau
segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk di dalamnya. Karena
itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
Pasar monopoli memiliki ciri-ciri:
1)
Hanya ada satu produsen yang menguasai penawaran
2)
Tidak ada barang substitusi/pengganti yang mirip
3)
Produsen memiliki kekuatan menentukan harga
4)
Tidak ada pengusaha lain yang bisa memasuki pasar tersebut
karena ada hambatan berupa keunggulan perusahaan
· Oligopoli
Salah satu bentuk
monopoli tetapi agak berbeda sifatnya. Kalau monopoli merupakan kolusi antara
pengusaha dan penguasa, maka oligopoly sesungguhnya adalah kolusi antara
pengusaha dengan pengusaha. Oligopoly agak berbeda sifatnya dengan monopoli
karena oligopoli terletak di antara pasar yang bebas dan terbuka di satu pihak
dan monopoli di pihak yang lain.
Pasar oligopoli memiliki cirri-ciri:
1)
Terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai pasar.
2)
Barang yang diperjual-belikan dapat homogen dan dapat pula
berbeda corak
3)
Terdapat hambatan masuk yang cukup kuat bagi perusahaan di
luar pasar untuk masuk ke dalam pasar.
2.
Monopoli
dan Dimensi Etika Bisnis
Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis
dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang
akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga
barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Ciri utama pasar ini adalah adanya
seorang penjual yang menguasai pasar dengan jumlah pembeli yang sangat banyak.
Ciri lainnya adalah tidak terdapatnya barang pengganti yang memiliki persamaan
dengan produk monopolis; dan adanya hambatan yang besar untuk dapat masuk ke
dalam pasar.
Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi
pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan
mengoperasikan bisnis yang etik. Pasar monopoli harus memiliki etika dalam
berbisnis yang baik kepada para pembeli untuk menjual barang tersebut dengan
harga yang terjangkau oleh masyarakat yang berekonomi rendah dan pengusaha
pendatang baru diberikan kesempatan untuk masuk kedalam pasar.
3.
Etika
di dalam Pasar Kompetitif
(1) Dalam
sebuah sempurna pasar yang kompetitif, pembeli dan penjual bebas
untuk memasuki atau meninggalkan pasar sebagai mereka pilih. Artinya,
individu tidak dipaksa atau dilarang untuk berkecimpung dalam bisnis tertentu,
asalkan mereka memiliki keahlian dan sumber daya keuangan yang
diperlukan.
(2) Di sempurna
pasar bebas yang kompetitif, semua bursa sepenuhnya sukarela. Artinya,
peserta tidak dipaksa untuk membeli atau menjual apapun selain dari apa yang
mereka secara bebas dan sadar persetujuan untuk membeli atau menjual.
(3) Tidak ada
penjual tunggal atau pembeli sehingga akan mendominasi pasar yang ia mampu
memaksa orang lain untuk menerima syaratnya atau pergi tanpa. Di pasar
ini, kekuatan industri adalah desentralisasi antara perusahaan banyak sehingga
harga dan kuantitas tidak tergantung pada kehendak satu atau beberapa
usaha. Singkatnya, sempurna pasar bebas kompetitif mewujudkan hak
negatif dari kebebasan dari paksaan.
Dengan
demikian, mereka sempurna moral dalam tiga hal penting yaitu :
(a) Setiap
terus menerus menetapkan bentuk kapitalis keadilan.
(b)
Bersama-sama mereka memaksimalkan utilitas dalam
bentuk efisiensi pasar.
(c)
Masing-masing hal-hal penting hak-hak negatif
tertentu dari pembeli dan penjual.
Tidak ada penjual tunggal atau
pembeli dapat mendominasi pasar yang lain dan memaksa untuk menerima syaratnya.
Jadi, kebebasan kesempatan, persetujuan, dan kebebasan dari paksaan semua
dipertahankan dalam sistem ini.
4. Kompetisi Pada Pasar Ekonomi Global
Kompetisi global merupakan bertuk
persaingan yang mengglobal, yang melibatkan beberapa Negara. Dalam persaingan
itu, maka dibutuhkan trik dan strategi serta teknologi untuk bisa bersaing
dengan Negara-negara lainnya. Disamping itu kekuatan modal dan stabilitas
nasional memberikan pengaruh yang tinggi dalam persaingan itu. Dalam persaingan
ini tentunya Negara-negara maju sangat berpotensi dalam dan berpeluang sangat
besar untuk selalu bisa eksis dalam persaingan itu. Hal ini disebabkan karena :
1)
Teknologi yang dimiliki jauh lebih baik dari Negara-negara
berkembang.
2)
Kemampuan modal yang memadai dalam membiayai persaingan
global sebagai wujud investasi mereka.
3)
Memiliki masyarakat yang berbudaya ilmiah atau IPTEK.
Alasan-alasan di atas cenderung akan melemahkan Negara-negara yang sedang berkembang dimana dari sisi teknologi, modal dan pengetahuan jauh lebih rendah. Bali sendiri kalau kita lihat masih berada diposisi yang sulit, dimana perekonomian Bali masih didominasi oleh orang-orang asing, misalnya hotel-hotel besar, dan juga perusahaan-perusahaan besar lainnya.
Kompetisi global juga menyebabkan menyempitnya lapangan pekerjaan, terutama masyarakat lokal, karena kebanyakan pekerjaan dilakukan oleh teknologi, dan Negara-negara maju menjadi pemasok kebutuhan-kebutuhan, sehingga kita cuma bisa menikmati hasil yang sudah disuguhkan secara cantik yang sebenarnya merupakan ancaman yang sangat besar bagi bangsa kita. Dilain sisi, lahan pertanian juga akan semakin menyempit.
Alasan-alasan di atas cenderung akan melemahkan Negara-negara yang sedang berkembang dimana dari sisi teknologi, modal dan pengetahuan jauh lebih rendah. Bali sendiri kalau kita lihat masih berada diposisi yang sulit, dimana perekonomian Bali masih didominasi oleh orang-orang asing, misalnya hotel-hotel besar, dan juga perusahaan-perusahaan besar lainnya.
Kompetisi global juga menyebabkan menyempitnya lapangan pekerjaan, terutama masyarakat lokal, karena kebanyakan pekerjaan dilakukan oleh teknologi, dan Negara-negara maju menjadi pemasok kebutuhan-kebutuhan, sehingga kita cuma bisa menikmati hasil yang sudah disuguhkan secara cantik yang sebenarnya merupakan ancaman yang sangat besar bagi bangsa kita. Dilain sisi, lahan pertanian juga akan semakin menyempit.
B. PERSPEKTIF ETIKA BISNIS DALAM
AJARAN ISLAM DAN BARAT, ETIKA PROFESI
1.
Beberapa
Aspek Etika Bisnis Islami
Islam itu sendiri merupakan
sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh,
termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika
bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan,
faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan,
masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika
sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial. Berikut 5 ketentuan
umum etika bisnis dalam islam:
1)
Kesatuan (Tahuhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan
dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim
baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen,
serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
2)
Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat menganjurkan untuk berbuat adil dalam
berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus
Allah untuk men=mbangun keadialn. Kecelakan besar bagi orang yang berbuat
curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta
untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk oran selalu di
kurangi.
3)
Kebenaran (Kebijakan dan Kejujuran)
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna
kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebijakan dan
kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan
perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau
memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau
menetapkan keuntungan.
4)
Kehendak Bebas (free will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika
bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif.
Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi
seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala
potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi
kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban
setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
5)
Tanggung Jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil
dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan
akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu
mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat
dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan
oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya
Etika bisnis merupakan seperangkat
nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada
prinsip-prinsip moralitas, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan sebagai
tujuan umum dari studi etika bisnis, sebagai berikut:
1) Menanamkan
kesadaran akan adanya dimensi etis dalam bisnis.
2) Memperkenalkan
argumentasi-argumentasi moral di bidang ekonomi dan bisnis serta cara
penyusunannya.
3) Membantu
untuk menentukan sikap moral yamg tepat dalam menjalankan profesi.
Etika
bisnis merupakan hal yang vital dalam perjalanan sebuah aktivitas bisnis
professional. Sebagaimana diungkapakan oleh Dr. syahata, bahwa etika bisnis
mempunyai fungsi substansial membekali para pelaku bisnis beberapa hal sebagai
berikut ini.
1) Membangun
kode etik islami yang mengatur, mengembangkan, dan menancapkan metode berbisnis
dalam kerangka ajaran agama
2) Kode
etik islami dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggung jawab pelaku
bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri antara komunitas bisnis, masyarakat,
dan di atas segalanya adalah tanggung jawab di hadapan Allah
3) Kode
etik dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyebarkan persoalan yang
muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan
4) Kode
etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang terjadi
antara sesame pelaku bisnis, antara pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka
bekerja
· Dasar
Falsafah etika dalam islam
Etika bersama agama berkaitan
dengan erat dengan, tentang upaya pengaturan kehidupan dan perilakunya. Islam
meletakan teks suci sebagai dasar pendengaran sedangkan filsafat barat
meletakan akal sebagai dasar. Teori etika islam bersumber dari prinsip
keagamaan tidak akan kehilangan substansi teorinya karena dibangun berdasarkan
metafisika dan banyak orientasi ketika klasik dan modern bercorak keagamaan
tanpa kehilangan warna teorinya.Berbagai teori etika barat dapat dilihat dari
sudut islam sebagai berikut:
1. Teleology
utilitalia dalam islam: hak individu dan kelompok penting dan tanggung jawab
adalah perseorangan
2. Distributive
justice dalam islam: islam mengajarkan keadilan
3. Deontology
dalam islam:niat baik tidak dapat mengubah haram menjadi halal
4. Erternal
low dalam islam:Allah mewajibkan manusia untuk mempelajari atau membaca wahyu
Nya dan ciptaannya.
5. Relativisme
dalam sudut islam: Perbuatan manusia Dan nilainya hrus sesuai dengan tuntunan
al quran dan hadist
Dalam
pengkajiannya,etika dalam islam dapat dikategorikan sesuai dengan
pemdekatannya. Pendekatan-pendekatan etika dalam islam antara lain:
1. Etika
skriptual-moralitas berdasarkan Al-Quran dan hadist
2. Etika
berdasarkan teologi (a) rasionalis (mutazilah),(b) semi rasional dan volutaris
(Asyariah-ortodoks: tunduk kepada kitab suci),(c) anti rasionalis (interpertasi
harfish kitab suci)
3. Etika
keagamaan (konsepsi Al-Quran tentang manusia dan kedudukan di alam semesta
sudah menerima pengaruh teologi dan filsafat yunani)
4. Etika
berdasarkan filsafat (pengaruh Socrates,plato,aristoteles,india,Persia)
2.
Teori
Ethical Egoism
Dalam teori isi maksimalisasi
kepentingan individu dilakukan sesuai keinginan individu yang bersangkutan.
Kepentingan bukan harus barang kekayaan,bisa pula ketenaran, keluarga
bahagia,perkerjaan yang baik atau apa pun yang dianggap penting oleh pengambil
keputusan.
Teori ini mengalami pengembangan
yang disebut enlightened ethical egoism (self interest), dimana berfokus pada
kepentingan individu terhadap perspektif masyarakat/kemanusiaan secara
keseluruhan. Seseorang bisa memiliki kepentingan untuk memeliki “dunia yang
baik”terhadap polusi asap mobil atau rokok dan lain-lain. Walaupun itu tidak
menguntungkannya
Ethical Egoism menegaskan bahawa kita tidak
harus mengabaikan secara mutlak kepentingan orang lain tetapi kita patut
mempertimbangkannya apabila tindakan itu secara langsung akan membawa kebaikan
kepada diri sendiri. Egoism mengatakan suatu tindakan dikatakan etis apabila
bermanfaat bagi diri sendiri serta mengatakan bahwa kita harus mengejar sendiri
atau mengutamakan kepentingan diri kita.
3.
Teori
Relativisme
Relativisme berasal dari kata Latin, relativus, yang
berarti nisbi atau relatif. Sejalan dengan arti katanya, secara umum
relativisme berpendapat bahwa perbedaan manusia, budaya, etika, moral, agama,
bukanlah perbedaan dalam hakikat, melainkan perbedaan karena faktor-faktor di
luarnya. Sebagai paham dan pandangan etis, relativisme berpendapat bahwa yang
baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tergantung pada masing-masing
orang dan budaya masyarakatnya.
Teori ini berpendapat
bahwa etika atu bersifat relative. Jawaban etika tergantung dari situasinya
dasar pemikiran ini adalah bahwa tidak ada kriteria universal untuk menentukan
perbuatan etis. Setiap individu menentukan kriterianya sendiri-sendiri dan
berbeda setiap budaya/negara. Masalah yang timbul dalam praktiknya adalah
self-centered (egois), focus pada diri manusia individu mengabaikan interaksi
dengan pihak luar system dan keputusan tidak berpikir panjang, semua bergantung
kriterianya sendiri.
4.
Konsep
Deontology
Deontology Berasal dari bahasa yunani Deon yang berarti kewajiban/ Sesuatu yang harus. Etika
deontology ini lebih menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak secara
baik menurut teori ini tindakan baik bukan berarti harus mndatangkan kebaikan
namun berdasarkan baik pada dirinya sendiri jikalau kita bisa katakana ini
adalah mutlak harus dikerjakan tanpa melihat berbagai sudut pandang.
Konsep ini menyiratkan adanya perbedaan kewajiban yang hadir bersamaan.
Artinya ada sebuah persoalan yang kadang baik dilihat dari satu sisi, namun
juga terlihat buruk dari sudut pandang lain. Teori Deontologi
membedakan antara norma moral dasar dan norma moral konkret. Yang tergolong
norma moral dasar adalah norma sebagaimana tercermin dalam ungkapan
“bertindaklah dengan jujur, adil , setia, baik hati, dan sebagainya”. Norma
moral dasar belum merujuk pada tindakan konket, misalnya tindakan mana yang
disebut mujur. Oleh karena itu, norma moral dasar menjadi landasan norma moral
konkret.
5.
Pengertian
Profesi
Pekerjaan yang dilakukan sebagai
nafkah hidup dengan mengendalikan keahlian dan keterampilan yang tinggi dan
dengan melibatkan komitmen pribadi yang mendalam. Dengan demikian, professional
adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari
pekerjaan itu dengan mengendalikan keahlian dan keterampilan yang tinggi serta
mempunyai komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaan itu.
Adapun ciri-ciri dari profesi yang
secara umum ada lima adalah:
1. Memiliki
keahlian dan keterampilan khusus
2. Adanya
komitmen moral yang tinggi
3. Seorang
professional adalah orang yang hidup dari profesinya
4. Mempunyai
tujuan untuk mengabdi untuk masyarakat
5. Memiliki
sertifikasi maupun izin atas profesi yang dimilikinya
Kata
atau istilah profesi dan juga professional dan profesionalisma sangat sering
kita dengar dan temukan dewasa ini, bahkan sering tanpa memahami pengertian
yang sebenarnya. Kata professional menjadi semacam kunci bagi kehidupan modern,
khususnya bisnis. Semua orang seakan berlomba-lomba menjadi orang yang
professional, dan sejalan dengan itu selalu didengungkan agar kita perlu
meningkatkan profesionalisme kita.
6.
Kode
Etik
Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai
& juga aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang
benar & baik & apa yang tidak benar & tidak baik bagi profesional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa saja yang benar / salah, perbuatan apa yang
harus dilakukan & perbuatan apa yang harus dihindari. Atau secara
singkatnya definisi kode etik yaitu suatu pola aturan, tata cara, tanda,
pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan / suatu pekerjaan. Kode etik merupakan
pola aturan / tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Beberapa sumber mengatakan bahwa
agar nilai-nilai moral bisnis dapat menjadi nyata dalam kinerja perusahaan
diperlukan penuangan nilai-nilai itu ke dalam bentuk rumusan yang lebih konkrit
dan operasional yaitu kode etik. Manfaat kode etik itu sendiri adalah :
1. Kode
etik dapat meningkatkan kredibilitas atau perusahaan
2. Kode
etik dapat membantu dalam menghilangkan grey area atau kawasan kelabu di bidang
etika
3. Kode
etik dapat menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggungjawab sosialnya
4. Kode
etik menyediakan bagi perusahaan dan dunia bisnis pada umumnya kemungkinan
untuk mengatur dirinya sendiri (self regulation)
7.
Prinsip
Etika Profesi
Dalam tuntutan professional
sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing profesi.
Kode etik itu berhubungan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk
suatu profesi.Prinsip-prinsip etika profesi adalah:
1)
Prinsip Tanggung Jawab : Yaitu salah satu
prinsip pokok bagi kaum profesional. Karena orang yang professional sudah
dengan sendirinya berarti bertanggung jawab atas profesi yang dimilikinya.
Dalam melaksanakan tugasnya dia akan bertanggung jawab dan akan melakukan
pekerjaan dengan sebaik mungkin, dan dengan standar diatas rata-rata, dengan
hasil maksimal serta mutu yang terbaik.
2)
Prinsip Keadilan : Yaitu prinsip yang
menuntut orang yang professional agar dalam melaksanakan profesinya tidak akan
merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang
dilayani dalam kaitannya dengan profesi yang dimilikinya.
3)
Prinsip Otonomi : Yaitu prinsip yang dituntut
oleh kalangan professional terhadap dunia luar agar mereka diberikan kebebasan
sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya hal ini merupakan
konsekuensi dari hakekat profesi itu sendiri. Karena hanya mereka yang
professional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak
luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut.
4)
Prinsip Integritas Moral : Yaitu prinsip yang
berdasarkan pada hakekat dan ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa
orang yang professional adalah juga orang yang mempunyai integritas pribadi
atau moral yang tinggi. Oleh karena itu mereka mempunyai komitmen pribadi untuk
menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain
maupun masyarakat luas.
C. PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI DAN
PERUSAHAAN, HUBUNGAN BUDAYA DAN ETIKA, KENDALA DALAM MEWUJUDKAN KINERJA BISNIS
ETIS
1.
Karakteristik
Budaya Organisasi
Robbins (2007),
memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
· Inovasi
dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong
untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
· Perhatian
terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi,
analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
· Berorientasi
pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang
teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
· Berorientasi
kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan
efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
· Berorientasi
pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim
ketimbang individu-individu.
· Agresivitas
yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
· Stabilitas
yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya
status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Sedangkan Schneider dalam (Pearse dan Bear,
1998) mengklasifikasikan budaya organisasi ke dalam empat tipe dasar:
· Control culture. Budaya impersonal nyata yang
memberikan perhatian pada kekonkretan, pembuatan keputusan yang melekat secara
analitis, orientasi masalah dan preskriptif.
· Collaborative culture. Berdasarkan pada kenyataan
individu terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan secara people-driven,
organic dan informal. Interaksi dan keterlibatan menjadi elemen pokok.
· Competence culture. Budaya personal yang dilandaskan
pada kompetensi diri, yang memberikan perhatian pada potensi, alternatif,
pilihan-pilihan kreatif dan konsep-konsep teoretis. Orang-orang yang termasuk
dalam tipe budaya ini memiliki standar untuk meraih sukses yang lebih tinggi.
·
Cultivation culture.
Budaya yang berlandaskan pada kemungkinan seorang individu mampu memperoleh
inspirasi.
2.
Fungsi Budaya
Organisasi
Robbins (1996) mengatakan bahwa budaya organisasi
memiliki fungsi sebagai berikut :
1.
Budaya mempunyai suatu peran tapal batas, artinya
budaya menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan organisasi yang
lain.
2.
Budaya berfungsi untuk menyampaikan rasa identitas
kepada anggota-anggota organisasi.
3.
Budaya mempermudah penerusan komitmen hingga
mencapai batasan yang lebih luas, melebihi batasan ketertarikan individu.
4.
Budaya mendorong stabilitas sistem sosial budaya
dan merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan
memberikan standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh
para karyawan.
5.
Budaya bertugas sebagai pembentuk rasa, mekanisme
pembuatan makna dan pengendalian yang memberikan panduan dan bentuk
perilaku serta sikap karyawan.
Dari
berbagai fungsi diatas tersebut dapat dipahami bahwa budaya organisasi dapat
menjadi suatu kekuatan untuk meningkatkan kinerja apabila tercipta pemahaman
dan penerapan yang baik diantara para anggotanya atau bahkan menjadi sumber
kelemahan organisasi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan adanya pengakaran
nilai-nilai budaya dalam tiap-tiap anggota dimana budaya yang telah disepakati
bersama sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan situasi yang dihadapi oleh
anggota organisasi sehingga perubahan yang sesungguhnya harus terjadi, tidak
dapat dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli bahwa :Budaya
organisasi dapat menjadi kekuatan yang ampuh apabila budaya tersebut konsisten
dengan strategi organisasi yang menjadi pendorong yang tangguh bagi terjadinya
implementasi strategi tersebut. Terutama apabila strategi baru dimaksudkan
untuk menghadapi berbagai kondisi yang tidak menguntungkan, seperti perubahan
lingkungan yang drastis atau penuh dengan gejolak.
3.
Pedoman
Tingkah Laku
Pedoman
perilaku merupakan penjabaran nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis dalam
melaksanakan usaha sehingga menjadi panduan bagi organ perusahaan dan semua
karyawan perusahaan. Contoh pedoman perilaku di Jasa Marga adalah prinsip dasar
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan GCG perlu
dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman
perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaandan
semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga
menjadi bagian dari budaya perusahaan. Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh
perusahaan adalah setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan
(corporate values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan
usahanya. Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya,
perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ
perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan
akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai – nilai
perusahaan. Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan
dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan
diterapkan Pedoman Pokok Pelaksanaan. Nilai-nilai Perusahaan Nilai-nilai
perusahaan merupakan landasan moral dalam mencapai visi dan misi perusahaan.
Oleh karena itu, sebelum merumuskan nilai-nilai perusahaan, perlu dirumuskan
visi dan misi perusahaan. Walaupun nilai-nilai perusahaan pada dasarnya
universal, namun dalam merumuskannya perlu disesuaikan dengansektor usaha serta
karakter dan letak geografis dari masing – masing perusahaan. Nilai-nilai
perusahaan yang universal antara lain adalah terpercaya, adil dan jujur.
4.
Apresiasi Budaya
Apresiasi
Budaya adalah pemahaman dan pengenalan secara tepat sehingga tumbuh penghargaan
dan penilaian terhadap hasil budaya
kegiatan menggauli hasil budaya dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh
pengertian, penghargaan, kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan yang baik
terhadap hasil karya. Apresiasi kebudayaan adalah penghargaan dan pemahaman
atas budaya (Natawidjaja, 1980), kegiatan menggauli (kebudayaan) dengan
sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis,
dan kepekaan perasaan yang baik (terhadap kebudayaan) (Effendi, 1974), pendek
kata, penghargaan (terhadap kebudayaan) yang didasarkan pada pemahaman
(Sudjiman, 1984).
Tujuan
apresiasi adalah menumbuhkan kepekaan dan keterbukaan terhadap masalah
kemanusiaan dan budaya, serta lebih bertanggung jawab terhadap masalah-masalah
tersebut serta menyadarkan kita terhadap nilai-nilai yang lebih hidup dalam
masyarakat, hormat menghormati serta simpati pada nilai – nilai lain yang hidup
dalam masyarakat. Jadi Apresiasi Budaya adalah pemahaman dan pengenalan secara
tepat sehingga tumbuh penghargaan dan penilaian terhadap hasil budaya dan
kegiatan menggauli hasil budaya dengan sungguh – sungguh sehingga tumbuh
pengertian, penghargaan, kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan yang baik
terhadap hasil karya.
5.
Hubungan Etika dan Budaya
Hubungan budaya dan etika dan kebudayaan itu tidak
dapat kisah pisahkan. kedua nya saling melekat dan saling melengkapi satu
dengan yang lainnya. Karena ketika suatu komunitas itu menciptakan batasan dan
aturan-aturan dalam etika tentu lah berdasarkan dari kebiasaan dan juga hukum
yang berlaku di tempat tersebut. Karena terkadang suatu etika itu tidak lah
berlaku sepanjang masa, tekadang terjadi pelapukan dan pemudaran nilai-nilai
etika.Untuk membentuk ataupu membuat batasan-batasan etika yang baru
diperlukanlah kebudayaan. Karena kebudayaan itu merupakan kebiasaaan-kebiasaan
yang berlaku pada suatu komunitas tertentu. Dan itu semua merupakan syarat
untuk menciptakan etika. Bagi manusia yang berbudaya, yang menjaga tata aturan
hidup dari urusan sopan dan tik sopan, layak dan tidak layak, maka perkara malu
dan tidak malu, pantas dan tidak pantas, nista atau mulia, merupakan perkara
penting dan sensitif, dan dijagadengan baik agar segenap tingkah lakunya tak
tercemar dari sudut etika tadi. Maka dari itu, jelaslah bahwa manusia itu
membutuhkan kebudayaan dan juga aturan-aturan etika agar bisa mengikuti
perkembangan zaman.Maka agar kebutuhan itu terpenuhi kita harus kreatif
mencipta. Mungkin mencipta etika, hanya sebagian, mungkin mencipta kebudayaan
secara keseluruhan.
6.
Pengaruh Etika terhadap Budaya
Etika
seseorang dan etika bisnis adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi
dalam mempengaruhi perilaku antar individu maupun kelompok, yang kemudian
menjadi perilaku organisasi yang akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan.
Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya
perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan dan akhirnya
akan berpotensi menjadi stimulus dalam peningkatan kinerja karyawan. Terdapat
pengaruh yang signifikan antara etika seseorang dari tingkatan manajer terhadap
tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan.
Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan pekau terhadap
adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan,
sosial budaya, dan masyarakat dimana dia berada. Budaya perusahaan memberikan sumbangan yang
sangat berarti terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi lebih baik jika
mereka membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
Perilaku
etis dapat menimbulkan saling percaya antara perusahaan dengan stakeholder.
Perilaku etis dapat mencegah pelanggan, pegawai dan pemasok bertindak
oportunis, serta tumbuhnya saling percaya. Budaya perusahaan memberi kontribusi
signifikan terhadap pembentukan perilaku etis. Budaya dapat mendorong
terciptanya perilaku etis atau sebaliknya dapat mendorong terciptanya perilaku
tidak etis. Berikut adalah Faktor yang menyebabkan terciptanya iklim etika
dalam perusahaan:
·
Terciptanya
budaya perusahaan secara baik.
·
Terbangunnya
suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya.
·
Terbentuknya
manajemen hubungan antar pegawai.
7.
Kendala Mewujudkan Kinerja Bisnis
Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih
berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf (1993) menyebut beberapa
kendala tersebut yaitu:
·
Standar
moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka
menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh
keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran,
timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan
keuangan.
·
Banyak
perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya
ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang
berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi
yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar
perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan
masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal
karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
·
Situasi politik dan
ekonomi yang belum stabil.
Hal ini
diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit
politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya
memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna
keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang
menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan
tanpa menghiraukan akibatnya.
·
Lemahnya penegakan
hukum.
Banyak
orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan
tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk
memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
·
Belum ada organisasi
profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan
manajemen.
Organisasi
seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus
menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar